Selasa, 24 Mei 2011

Pancasila sebagai Ideologi Nasional, Pancasila sebagai Ideologi Terbuka, dan perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi lain

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemahaman mendalam terhadap latar belakang historis, dan konseptual tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bagi setiap warga negara, merupakan suatu bentuk kewajiban sebelum kita dapat melaksanakan nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi formal dan konsekuensi logis dalam kedudukan kita sebagai warga negara. Karena kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara (Filsafat Negara), maka setiap warga negara wajib loyal (setia) kepada dasar negaranya.
Perjalanan hidup suatu bangsa sangat tergantung pada efektivitas penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar dalam mengatur penyelenggaraan negara disegala bidang, baik bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam. Era global menuntut kesiapan segenap komponen bangsa untuk mengambil peranan sehingga dampak negatif yang kemungkinan muncul, dapat segera diantisipasi.
Kesetiaan, nasionalisme (cinta tanah air) dan patriotisme (kerelaan berkorban) warga negara kepada bangsa dan negaranya dapat diukur dalam bentuk kesetiaan (loyalitas) mereka terhadap filsafat negaranya yang secara formal diwujudkan dalam bentuk Peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang, dan Peraturan Perundangan lainnya). Kesetiaan warga negara tersebut akan nampak dalam sikap dan tindakan, yakni menghayati, mengamalkan dan mangamankan. Kesetiaan ini akan semakin mantap jika mengakui dan meyakini kebenaran, kebaikan dan keunggulan Pancasila sepanjang masa.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai Ideologi negara, diharapkan mampu menjadi filter dalam menyerap pengaruh perubahan jaman di era globalisasi ini. Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual. Suatu ideologi negara, merupakan hasil refleksi manusia berkat kemampuanya mengadakan distansi (menjaga jarak) terhadap dunia kehidupannya. Antara keduanya, yaitu ideologi dan kenyataan hidup masyarakat terjadi hubungan dialektis, sehingga berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang disatu pihak memacu ideologi makin realistis dan dilain pihak mendorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berfikir masyarakat, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui makna Pancasila sebagai Ideologi Nasional
2. Untuk mengetahui makna Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
3. Untuk mengetahui hakekat ideologi terbuka dan kedudukan pancasila sebagai ideologi terbuka
4. Untuk mengetahui Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi lain.

C. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah, “Pancasila sebagai Ideologi Nasional, Pancasila sebagai Ideologi Terbuka, dan perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi lain”. Untuk membarikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pancasila sebagai Ideologi Nasional
2. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
3. Hakekat Ideologi Terbuka
4. Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
5. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan ideologi liberalisme dan komunisme


D. Metode Penulisan
Dalam proses penyusunan makalah ini menggunakan metode heuristik. Metode heuristik yaitu proses pencarian dan pengumpulan sumber-sumber dalam melakukan penelitian. Metode ini dipilih karena pada hakikatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan penulisan yang hendak dilakukan. Selain itu, penyusun juga menggunakan studi literatur sebagai teknik pendekatan dalam proses penyusunannya.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu :
Bagian pertama adalah pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun memaparkan beberapa pokok permasalahan awal yang berhubungan erat dengan permasalahan utama. Pada bagian pendahuluan ini di paparkan tentang latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bagian kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagian utama yang hendak dikaji dalam proses penyusunan makalah. Penyusun berusaha mendeskripsikan beberapa temuan yang berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber atau bahan.
Bagian ketiga yaitu kesimpulan. Pada kesempatan ini penyusun berusaha untuk mengemukakan terhadap semua permasalahan-permasalahan yang dikemukakan oleh penyusun dalam perumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN


A. Pancasila sebagai Ideologi Nasional

Pancasila sebagai Ideologi Nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, masyarakat, hukum dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan nasional. Pancasila menjadi basis teori dalam penyelenggaraan negara. Sebagai Ideologi Nasional, Pancasila mencakup ideologi negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sedangkan Ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila itu sendiri. Jadi pancasila mempunyai tiga kedudukan yang istimewa sekaligus yaitu sebagi ideologi nasional, ideologi negara dan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia.
Pancasila pada hakekatnya bukan merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang seperti halnya ideologi lain di dunia. Akan tetapi, Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan, serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Dengan perkataan lain unsur-unsur yang menjadi bahan Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri. Artinya, bangsa Indonesia sendiri merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila.
Unsur-unsur pancasila kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, dengan demikian pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara indonesia. Oleh karena itu, ciri khas pancasila memiliki kesesuaian dengan kepribadian bangsa indonesia. Sebagai ideologi nasional, pancasila adalah cita-cita negara Republik Indonesia yang menjadi dasar bagi teori dan praktek penyelanggaran negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai ideologi nasional Republik Indonesia mengandung makna yang begitu dalam. Adapun makna yang terkandung dalam pancasila sebagai ideologi nasional, diantaranya :
1. Sebagai sumber motivasi, dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Ideologi pancasila mencerminkan cara bepikir masyarakat, bangsa maupun negara
b. Ideologi pancasila memadu masyarakat menuju cita-citanya.
c. Ideologi pancasila membimbing bangsa dan negara untuk mencapai tujuan melalui berbagai realisasi pembangunan.
2. Sebagai sumber semangat dalam kehidupan negara, dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Ideologi pancasila akan menjadi realistis manakala terjadi orientasi yang bersifat dinamis antara masyarakat dan ideologi pancasila.
b. Ideologi pancasila dan bersifat dinamis terbuka dan antisifatif.
c. Ideologi pancasila senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan sesuai dengan aspirasi bangsanya.

B. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
1. Hakekat Ideologi Terbuka
Sebagai suatu sistem pemikiran, ideologi sangatlah wajar jika mengambil sumber atau berpandangan dari pandangan dan falsafah hidup bangsa.
Ciri khas idiologi terbuka adalah nilai-nilai dan citanya tidak di paksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri. Dasarnya dari konsensus masyarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam masyarakat sendiri. Oleh sebab itu, ideologi terbuka adalah milik dari semua rakyat, masyarakat dapat menemukan dirinya didalamnya.




Ideologi terbuka mempunyai banyak sekali keunggulan dibandingkan dengan ideologi tertutup . Dalam tabel berikut dipaparkan perbedaan karakteristik kedua ideologi tersebut.


Perbedaan
Ideologi Terbuka Ideologi Tertutup
1. Sistem pemikiran yang terbuka
2. Nilai-nilai dan cita-citanya tidak di paksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
3. Dasar pembentukan ideologi bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan kesepakatan dari masyarakat sendiri.
4. Tidak diciptakan oleh negara, melainkan oleh mayarakat itu sendiri sehingga ideologi tersebut adalah milik seluruh rakyat atau angota masyarakat
5. Tidak hanya di benarkan, melainkan dibutuhkan oleh seluruh warga masyarakat
6. Isinya tidak bersifat operasional. Ia baru bersifat operasional apabila sudah di jabarkan kedalam perangkat yang berupa konstitusi atau peraturan perundang-undangan lainnya.
7. Senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan aspirasi, pemikiran serta akselerasi dari masyarakat dalam mewujudkan cita-citanya untuk hidup berbangsa dalam mencapai harkat dan martabat kemanusiaan. 1. Sistem pemikiran yang tertutup.
2. Cenderung untuk memaksakan mengambil nilai-nilai ideologi dari luar masyarakatnya yang tidak sesuai dengan keyakinan dan pemikiran masyarakatnya .
3. Dasar pembentukannya adalah cita-cita atau keyakinan ideologis perseorangan atau satu kelompok orang.
4. Pada dasarnya ideologi tersebut dapat diciptakan oleh negara, dalam hal ini penguasaan negara yang mutlak harus diikuti oleh warga masyarakat.
5. Pada hakikatnya ideologi tersebut di butuhkan oleh penguasa negara untuk melanggengkan kekuasaannya dan cenderung memiliki nilai kebenaran hanya dari sudut pandang penguasa saja.
6. Isinya trdiri dari tuntutan-tuntutan kongkrit dan operasional yang bersifat keras yang wajib ditaati oleh seluruh warga masyarakat.
7. Tertutup terhadap pemikiran-pemikiran baru yang berkembang di masyarakatnya.
2. Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka. Sekalipun pancasila bersifat terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan atau meniadakan jati diri pancasila sendiri. Keterbukaan pancasila mengandung pengertian bahwa pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai pancasila tidak berubah, namun pelaksanaanya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi setiap waktu. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi pancasila bersifat aktual, dinamis, antisifatif dan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkermbangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Ada beberapa faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi pancasila. Pertama, kenyataan bahwa proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat. Hal tersebut tidak selalu ditemukan solusinya secara ideologis dalam pemikiran-pemikiran ideologi sebelumnya. Kedua, kenyataan menunjukan bahwa bangkrutnya ideologi tertutup dan beku cenderung meredupkan dirinya. Hal ini dapat kita lihat dari bangkrutnya komunisme, dimana nilai-nilai yang terkandung dalam komunisme sudah tidak mampu menjawab lagi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakatnya, sehingga membuat ideologi ini ditinggalkan dengan sendirinya akan redup bahkan pada akhirnya akan hancur berbeda halnya dengan ideologi yang terbuka, ideologi tersebut memiliki daya fleksibelitas yang membuatnya mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakatnya tanpa harus kehilangan jatidirinya. Ketiga, pengalaman sejarah kita di masa lampau, terutama pengaruh komunisme sangat besar dan pemerintahan orde baru. Pengaruh ideologi komunis yang pada dasarnya bersifat tertutup, pernah membuat pancasila merosot menjadi semacam dogma yang kaku. Keempat, tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan Pancasila secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional. Tekad ini harus diimplementasikan dengan mengembangkan pola hidup yang pancasilais, yaitu pola hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegarayang sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
 Keterbukaan Ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai sebagai berikut :
a. Nilai Dasar, yaitu hakekat kelima sila Pancasila : Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga didalamnya terkandung cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar.
b. Nilai Instrumental, yaitu penjabaran kebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
c. Nilai praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan nyata. Oleh karena, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memilki tiga dimensi, yaitu :
a. Dimensi Idealisme
Dimensi ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu, pada hakekatnya bersumber pada filsafat Pancasila.
b. Dimensi normatif
Dimensi ini mengandung pengertian bahwa nilai-nila yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma-norma keagamaan.
c. Dimensi Realitas
Dimensi ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain, Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakekat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh pancasila sebagai ideologi terbuka, maka ideologi pancasila :
a. Tidak bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata.
b. Bukan merupan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma yang bersifat idealis, nyata dan reformatif mampu melakukan perubahan.
c. Bukan merupakan suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
Pancasila dapat dipastikan bukan merupakan ideologi tertutup, tetapi ideologi terbuka. Akan tetapi, meskipun demikian keterbukaan Pancasila bukan berarti tanpa batas. Keterbukaan ideologi Pancasila harus selalu memperhatikan :
a. Stabilitas nasional yang dinamis.
b. Larangan untuk memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme dan komunisme.
c. Mencegah berkembangnya paham liberal
d. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat
e. Penciptaan norma yang bagus harus melalui konsensus.


C. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Lain

1. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Liberalisme
Liberalisme pertama kali muncul di Inggris pada abad pertengahan tepatnya ketika Inggris dan negara eropa lainnya mengalami suatu masa yang disebut dengan aufklarung atau zaman pencerahan. Pada zaman tersebut muncul suatu pemikiran yang menekankan kepada aspek rasio manusia. Rasio dianggap sebagai kekuatan yang menerangi sesuatu yang ada di dunia ini. Manusia bisa berbuat banyak berdasarkan dengan rasio yang dimilikinya. Pemikiran tersebut membawa orientasi kehidupan masyarakat baik di bidang sosial, ekonomi, maupun politik.
Liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme, materialisme dan empirisme serta individualisme. Rasionalisme merupakan paham yang meletakan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi. Materialisme merupakan paham yang meletakan materi sebagai nilai tertinggi, sedangkan empirisme mendasarkan sebuah kebenaran atas dasr fakta empiris (yang dapat ditangkap oleh indera manusia). Adapun individualisme merupakan paham yang meletakan paham yang meletakan nilai dan kebebasan individu sebagi nilai tertinggi dalm kehidupan masyarakat dan negara. Keempat hal tersebut menjadi penyangga utama keberlangsungan liberalisme, dan menjadikan liberalisme adalah suatu odeologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik utama.
Liberalisme memberikan kebebasan kepada masyarakatnya untuk memeluk agama dan beribadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Namun liberalisme juga memberikan kebebasan kepada masyarakatnya untu tidak percaya kepada Tuhan, bahkan negara-negara yang menganut paham ini memberikan kebebasan kepada warganya untuk menilai dan mengkritik agama. Hai ini dikarenakan menurut paham liberal, sumber kebenaran tertinggi adalah kebenaran individu yang berdasarkan rasionalisme, materialisme, empirisme dan individualisme. Dengan demikian, liberalisme bukan merupakan asas kerohanian negara, tetapi melahirkan suatu konsep negara sekuler yang memisahkan agama dari urusan-urusan kenegaraan.
Karakteristik dari Liberalisme tersebut, tentu saja tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dikarenakan dasarnya :
a. Kebenaran tertinggi dalam Pancasila adalah kebenaran Tuhan melalui wahyunya. Kebenaran individu sifatnya relatif dan bisa terbantahkan oleh kebenaran yang berasal dari Tuhan yang sifatnya mutlak.
b. Pancasila tidak membenarkan masyarakatnya untuk tidak percaya kepada Tuhan yang Maha Esa. Pancasila mengajarkan kepada masyarakatnya untuk senantiasa mempercayai dan menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan.
c. Pancasila berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang terkandung dalam adat-istiadat, serta dalam agama-agama yang dianut oleh masyarakat bangsa Indonesia.
d. Pancasila memberikan kebebasan kepada setiap masyarakatnya, tetapi kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan bertanggungjawab dengan berdasarkan ketentuan dan norma yang berlaku, bukan kebebasan yang tanpa batas.
e. Pancasila memandang manusia sebagai makhluk Tuhan, yang mengemban tugas sebagai makhluk pribadi sekaligus sebagai makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan bermasyarakat wajib menyelaraskan kepentingan pribadinya dengan kepentingan masyarakatnya, dan hak selalu dikaitkan dengan kewajibannya terhadap masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pancasila sangat berbeda dengan liberalisme. Pancasila lebih menekankan kesimbangan dalam kehidupan warga negaranya, sedangkan liberalisme lebih menekannkan pada aspek kebebasan yang tanpa batas dan meninggalkan aspek keseimbangan dalam kehidupan.

2. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Komunisme
Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia, selain kapitalisme dan ideologi lainnya. Komunisme lahir sebagai reeaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereka itu mementingkan individu pemilik dan mengesampingkan buruh. Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut “Marxisme-Leninisme”.
Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negar untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangatlah membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti-liberalisme.
Ada beberapa ciri pokok ajaran komunisme. Pertama, sifatnya atheis, tidak mengimani Tuhan. Kedua, sifatnya yang kurang menghargai manusia sebagai individu. Manusia itu seperti mesin. Ketiga, komunisme mengajarkan teori perjuangan (pertentangan kelas)
Komunisme memang memprogramkan tercapainya masyarakat makmur, masyarakat komunis tanpa kelas, semua orang sama. Namun, untuk menuju kesana, ada fase diktator proletariat yang bertentangan dengan demokrasi.
Nilai-nilai dari ideologi komunis ini sangat jelas bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Nilai-nilai komunis merupakan cerminan sebuah kemunduran dan penghinaan bagi martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Jadi, antara Pancasila dan komunisme tidak mungkin dipersekutukan. Itu ibarat minyak dan air. Atau kucing dan anjing, yang tidak mungkin ditaruh dalam satu sangkar, karena pasti bertarung.










BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pancasila merupakan ciri khas bangsa Indonesia yang harus diimplementasikan dengan mengembangkan pola hidup yang pancasilais, yaitu pola hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

ketaksanaan (ambiguitas)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orang tidak pernah luput dari komunikasi. Komunikasi merupakan suatu cara bagi manusia untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Salah satunya dengan menggunakan media bahasa. Dengan menggunakan bahasa inilah manusia dapat berkomunikasi.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita, karena dengan adanya bahasa Indonesia, seluruh suku yang ada di Indonesia dapat disatukan sehingga dapat berkomunikasi dengan baik yaitu dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Ada pepatah yang menyatakan bahwa “bahasa menunjukkan bangsa”. Tutur bahasa seseorang menunjukkan tinggi rendahnya budaya orang itu.
Indonesia merupakan bangsa yang besar dengan jumlah penduduk yang besar pula dan dengan latar belakang yang berbeda-beda. Disitulah letak fungsi bahasa Indonesia yaitu menyatukan beragam bahasa sehingga menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional. Meskipun bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional dan sudah diresmikan secara nasional, tetapi masih ada penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku, yaitu masih ada kesalahan-kesalahan dalam penggunaan bahasa, baik itu dalam pengucapan maupun pada penulisan.
Salah satu jenis kesalahan dalam berbahasa dan komunikasi suatu tulisan atau tuturan ialah karena adanya ambiguitas atau sering disebut ketaksaan. Karena banyaknya kesalahpahaman dalam memaknai suatu kata atau kalimat.


B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui apa itu yang dimaksud dengan ketaksanaan (Ambiguitas)
2. Untuk mengetahui berbagai jenis ketaksanaan
3. Untuk mengetahui perkembangan makna dengan fakfor-faktor yang mempengaruhinya.

C. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah, “Ketaksanaan (Ambiguitas)”. Untuk membarikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian Ketaksanaan (Ambiguitas)
2. Jenis ketaksanaan
3. Perkembangan makna dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini yaitu, melalui penulisan ini kita akan mendapat pengetahuan baru tentang kesalahan berbahasa khususnya ketaksanaan (ambiguitas) dan perkembangan makna, sehingga nantinya kita dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut dan mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

E. Metode Penulisan
Dalam proses penyusunan makalah ini menggunakan metode heuristik. Metode heuristik yaitu proses pencarian dan pengumpulan sumber-sumber dalam melakukan penelitian. Metode ini dipilih karena pada hakikatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan penulisan yang hendak dilakukan. Selain itu, penyusun juga menggunakan studi literatur sebagai teknik pendekatan dalam proses penyusunannya.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu :
Bagian pertama adalah pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun memaparkan beberapa pokok permasalahan awal yang berhubungan erat dengan permasalahan utama. Pada bagian pendahuluan ini di paparkan tentang latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bagian kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagian utama yang hendak dikaji dalam proses penyusunan makalah. Penyusun berusaha mendeskripsikan beberapa temuan yang berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber atau bahan.
Bagian ketiga yaitu kesimpulan. Pada kesempatan ini penyusun berusaha untuk mengemukakan terhadap semua permasalahan-permasalahan yang dikemukakan oleh penyusun dalam perumusan masalah.







BAB II
PEMBAHASAN

KETAKSANAAN ATAU AMBIGUITAS
1. Definisi ketaksanaan (ambiguitas)

Ambiguitas (nomina) dari ambigu (adjektiva) 1 sifat atau hal yang berarti dua : kemungkinan yang mempunyai dua pengertian; taksa; 2 ketidaktentuan; ketidakjelasan; 3 kemungkinan adanya makna yang lebih dari satu atas suatu karya sastra; 4 kemungkinan adanya makna lebih dari satu di sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1990: hlm.27).
Ambiguitas berasal dari bahasa Inggris yaitu ambiguity yang berarti suatu konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu arti. Ambiguitas sering juga disebut ketaksaan (Alwi, 2002:36). Ketaksaan dapat diartikan atau ditafsirkan memiliki lebih dari satu makna akan sebuah konstruksi sintaksis. Tidak dapat dipungkiri keambiguan yang mengakibatkan terjadinya lebih dari satu makna ini dapat terjadi saat pembicaraan lisan ataupun dalam keadaan tertulis.
Saat pembicaraan lisan mungkin dapat diantisipasi dengan pengucapan yang agak perlahan, sedangkan untuk yang tertulis apabila kurang sedikit saja tanda baca maka kita akan menafsirkan suatu kalimat atau kata menjadi berbeda dari makna yang diinginkan oleh penulis. Dari sudut pandang linguistik murni, ada tiga bentuk ambiguitas, yaitu :
1.1 ambiguitas fonetik,
1.2 ambiguitas gramatikal
1.3 ambiguitas leksikal (Ullmann, diadaptasi Sumarsono, 2007:2002).
Ketaksanaan atau ambiguitas merupakan bagian makna dari bahasa yang terdapat dalam sebuah tuturan atau tulisan. Ketaksanaan atau ambiguitas dapat terjadi pada sebuah tataran bahasa, baik kata, frase, klausa, kalimat, maupun sebuah wacana. Ketaksanaan atau ambiguitas sering digunakan oleh para penutur dengan maksud-maksud tertentu, yang kadang-kadang sengaja dia buat untuk menyembunyikan maksud tuturannya yang sebenarnya, ini biasa untuk menyindir seseorang namun dengan perkataan yang tidak dengan sesungguhnya.
Ketaksaan atau ambiguitas adalah sebuah tataran bahasa, baik kata, frase, klausa, maupun kalimat yang mempunyai beberapa arti, atau mempunyai lebih dari satu makna.
Ketaksanaan (ambiguitas) dapat timbul dalam berbagai variasi tulisan atau tuturan. Sehubungan dengan ketaksanaan ini Kompson (1977) yang dikutip oleh Ullmann (1976) dalam Djajasudarma (1993) menyebutkan tiga bentuk utama ketaksanaan, ketiganya berhubungan dengan fonetik, gramatikal, dan leksikal. Ketaksanaan ini muncul bila kita sebagai pendengar atau pembaca sulit untuk menangkap pengertian yang kita baca, atau yang kita dengar.
2. Jenis-jenis ketaksanaan :

1) Ketaksanaan Fonetis
Ketaksanaan atau ambiguitas yang terjadi pada tataran fonetik atau fonem. Ketaksanaan pada tataran fonologi (fonetik) muncul akibat berbaurnya bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan. Kata-kata yang membentuk kalimat bila dilafalkan terlalu cepat, dapat mengakibatkan keragu-raguan akan maknanya.
Contoh : (beruang) ‘mempunyai uang’ atau ‘nama binatang’; di dalam bahasa Inggris a near (nomina) ‘sebuah ginjal’ atau ‘sebuah telinga’; di dalam bahasaSunda pigeulisna ‘giliran cantiknya’ atau pigeu lisna ‘bisu Lisna’.
Ketaksanaan fonetik ini terjadi pada waktu pembicara melafalkan ujarannya.
Contoh : seorang kapten pesawat terbang dapat merasa ragu, apakah fifteen ataukah fifty, yang dapat membahayakan pesawat dan seluruh awaknya, serta penumpangnya. Oleh karena itu, untuk menghindari ketaksanaan, si pendengar memohon kepada pembicara untuk mengulangi apa yang diujarkannya.

2) Ketaksanaan Gramatikal
Ketaksanaan atau ambiguitas yang terjadi akibat perpaduan kata dengan kata, sebuah morfem dengan morfem lain atau dengan kata yang terjadi dalam suatu hubungan stuktur bahasa. Ketaksanaan gramatikal muncul pada tataran morfologi dan sintaksis. Dengan demikian, ketaksanaan gramatikal ini dapat dilihat dengan dua alternatif, yaitu :
Pertama, ketaksanaan yang disebabkan oleh peristiwa pembentukan kata secara gramatikal.
Misalnya, pada tataran morfologi (proses morfemis) yang mengakibatkan perubahan makna, prefiks peN-+pukul : pemukul bermakna ganda : ‘orang yang memukul’ atau ‘alat untuk memukul’.
Kedua adalah ketaksanaan pada frase yang mirip. Setiap kata membentuk frase yang sebenarnya sudah jelas, tetapi kombinasinya mengakibatkan maknanya dapat diartikan lebih dari satu pengertian.
Misalnya, di dalam bahasa Indonesia frase orang tua dapat bermakana ganda ‘orang yang tua’ atau ‘ibu-bapak’, demikian pula kalimat “Tono anak Tata sakit.” Dapat menimbulkan ketaksanaan sehingga memiliki alternatif :
a. Tono, anak Tata, sakit (Tata yang sakit)
b. Tono, anak, Tata, sakit (tiga orang yang sakit)
c. Tono! anak Tata sakit (anak Tata sakit) dst.

3) Ketaksanaan Leksikal
Ketaksanaan yang terjadi pada tataran leksem atau kata, atau dengan kata lain ketaksanaan leksikal adalah sebuah kata atau leksem yang mempunyai makna lebih dari satu makna, bisa terjadi pada relasi makna berupa homonim atau polisemi.
Setiap kata dapat bermakna lebih dari satu, dapat mengacu pada benda yang berbeda, sesuai dengan lingkungan pemakaiannya. Misalnya, kata bang mungkin mengacu pada ‘abang’ atau ‘bank’ bentuk sepperti itu dikatakan polyvalency yang ddapat dilihat dari dua segi, polisemi dan homonim.
Segi pertama polisemi, Breal di dalam Ullmann (1976), misalnya, kata haram di dalam bahasa Indonesia bisa bermakna :
1. Terlarang, tidak halal
Haram hukumnya apabila makan daging bangkai.
2. Suci, tidak boleh dibuat sembarangan
Tanah haram atau masjidilharam di Mekah adalah tempat paling mulia di atas bumi.
3. Sama sekali tidak, sungguh-sungguh
Tidak selangkah haram aku surut.
4. Terlarang oleh undang-undang, tidak sah
PKI dan DI dinyatakan haram oleh pemerintah.
5. Haramjadah
Anak haram jadah atau anak jadah adalah anak yang lahir di luar nikah atau anak yang tidak sah.

Segi kedua adalah homonim adalah kata-kata yang sama bunyinya. Misalnya, di dalam bahasa Indonesia kata bisa berarti ‘dapat’ atau ‘racun’, atau kata pukul yang berarti ‘jam’ atau ‘ketuk’. Segi kedua ini tidak akan menimbulkan ketaksanaan bila dilihat pemakaiannya di dalam konteks.
Djajasudarma (1993) menyebutkan beberapa kekaburan makna dapat muncul akibat dari, antara lain :
1. Sifat kata atau kalimat yang bersifat umum (generik). Missalnya, kata buku yang memilki makna ganda: kalimat Ali anak Amat sakit belum-lah jelas kepada kita siapa yang sakit, tanpa dibarengi unsur supra-segmental yang jelas.
2. Kata atau kalimat tidak pernah sama seratus persen. Kata akan jelas maknanya di dalam konteks, meskipun kadang-kadang konteks itu kabur bagi kita.
3. Batas makna yang dihubungkan dengan bahsa yng di luar bahas tidak jelas.
Misalnya, sampai dimana batas kata pandai itu.
4. Kurang akrabnya kata yng kita pakai dengan acuannya (refe-rentnya). Apa yang dimaksud dengan kata demokrasi, politik, dan apa pula maknanya demokrasi terpimpin itu?
Kekaburan makna dapat dihindari dengan memperhatikan penggunaan kata di dalam konteks atau ditentukan pula oleh situasi, sebab ada kata-kata khusus yang digunakan pada situasi tertentu.











PERKEMBANGAN MAKNA
Perkembangan makna mencakup segala hal tentang makna yang berkembang, baik berubah maupun bergeser. Di dalam hal ini perkembangan meliputi segala hal tentang perubahan makna baik yang meluas, menyempit, atau yang bergeser maknanya. Pemakai bahasa yang menggunakan kata-kata dan kalimat, pemakai itu pila yang menambah, mengurangi atau mengubah kata-kata atau kalimat.
Gejala perubahan makna sebagai akibat dari perkembangan makna oleh para pemakai bahasa. Bahasa berkembang sesuai dengan perkembangan pikiran manusia. Sejalan dengan hal tersebut karena manusia yang menggunakan bahasa maka bahasa akan berkembang dan makna pun ikut berkembang. Faktor-faktor yang dapat menjadikan suatu bahasa bisa berubah, antara lain:
1) Bahasa berkembang seperti yang dikatakan Meilet, “this continuous way from one generation to another”.
2) Makna kata itu samar (bisa ‘dapat’ atau bisa ‘racun’ tanpa konteks tak jelas maknanya).
3) Kehilangan motivasi (loss of motivation)
4) Adanya makna ganda.
5) Karena ambigu (ketaksaan) “amoigous context”.
6) Struktur kosakata.
Faktor-faktor yang disebutkan merupakan hal yang dapat mengakibatkan perubahan makna, pembatasan makna dan pergeseran makna yang terangkum di dalam perkembangan makna.
1. Perubahan Makna
Faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan makna sebagai akibat perkembangan bahasa. Perubahan makna dapat pula terjadi akibat :
1) Faktor kebahasaan (linguistic causes),
2) Faktor kesejarahan (historical causes),
3) Sebab sosial (social causes),
4) Faktor psikologis (psychological causes) yang berupa: faktor emotif, kata-kata tabu: (1)tabu karena takut, (2)tabu karena kehalusan, (3)tabu karena kesopanan,
5) Pengaruh bahasa asing
6) Karena kebutuhan akan kata-kata baru
Sebab lain linguistis berhubungan dengan faktor kebahasaan, baik yang ada hubungannya dengan fonologi, morfologi atau sintaksis. Kata sahaya pada mulanya dihubungkan dengan budak tetapi dengan perubahan menjadi saya, maka kata tersebut selalu mengacu kepada pronomina pertama netral (tidak ada unsur tidak hormat/hormat), dan bila dibandingkan dengan aku, maka aku mengandung unsur intim. Pronomina persona pertama jamak bahasa Indonesia kita menjadi kita-kita ‘meremehkan’ atau ‘menganggap enteng’.
Sebab historis adalah hal-hal yang berhubungan dengan faktor kesejarahan perkembangan kata. Misalnya kata negosiasi berasal dari kata Inggris negotiation ‘perundingan’. Kata tersebut masuk ke dalam bahasa Indonesia pada waktu perang Inggris dengan Argentina. Demikian pula, kata seni yang makna asalnya adalah ‘air kencing’, tetapi sekarang berubah maknanya menjadi ‘segala sesuatu yang indah’.
Sebab sosial muncul akibat perkembangan kata itu di masyarakat, misalnya kata gerombolan pada mulanya bermakna ‘orang yang beerkumpul’ atau ‘kerumunan orang’, tetapi kemudian kata tersebut tidak disukai lagi karena selalu dihubungkan dengan ‘pemberontak’ atau ‘perampok’.
Kata simposium pada mulanya bermakna ‘orang yang minum-minum di restoran dan kadang-kadang ada acara dansa yang diselingi diskusi’. Dewasa ini kata simposium lebih menitikberatkan pada diskusi, membahas berbagai masalah dalam bidang ilmu tertentu. Kebutuhan akan kata baru sebagai akibat perkembangan pikiran manusia. Kebutuhan tersebut bukan saja karena kata atau istilah itu belum ada, tetapi orang merasa perlu menciptakan istilah baru untuk suatu konsep. Misalnya, kata anda muncul karena kurang enak bila mengatakan saudara. Demikian pula kata yang dirasakan terlalu kasar, seperti kata bui, tutupan, atau penjara diganti dengan lembaga kemasyakaratan, konsepnya pun berubah, bukan saja menahan seseorang, tetapi menahan dan menyadarkan mereka agar dapat menjalankan fungsi kemanusiaan yang wajar bila kembali ke masyarakat.

1.1 Perubahan Makna dari Bahasa Daerah ke dalam Bahasa Indonesia
Perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia, sebagai contoh misalnya kata seni yang kemudian di dalam bahasa Indonesia bermakna sepadan dengan bahasa Belanda kunst. Bila kita melihat makna kata seni yang berarti (i) ‘halus’, (ii) air seni ‘air kencing’, (iii) ‘kecakapan membuat sesuatu yang elok-elok atau indah’ (Poerwadarminta, 1976: 916-917). Bagi masyarakat Melayu kata seni lebih banyak dihubungkan dengan air seni atau air kencing.
Djadjasudarma (1993), menjelaskan kosakata bahasa daerah tertentu yang masuk ke dalam bahasa Indonesia dirasakan tidak layak diucapkan bagi daerahnya, tetapi di dalam bahasa Indonesia maknanya menjadi layak dan dipakai oleh masyarakat bahasa Indonesia yang berasal dari daerah lain, seperti kata-kata:
1) butuh, berasal dari bahasa Palembang butuh ‘alat kelamin laki-laki’ di dalam bahasa Indonesia selain butuh, didapatkan pula membutuhkan, dibutuhkan dan makna butuh menjadi ‘perlu’.
2) Kata tele bagi masyarakat Gorontalo berarti ‘alat kelamin perempuan’, tetapi di dalam bahasa Indonesia dipakai bertele-tele, lebih banyak dihubungkan dengan berkepanjangan ketika menjelaskan sesuatu.
3) Kata momok yang bermakna ‘alat kelamin perempuan’ bagi penutur bahasa Indonesia yang berbahasa ibu sunda, di dalam bahasa Indonesia bergeser menjadi ‘hantu’ masyarakat bahasa Indonesia yang tidak berbahasa ibu sunda tidak merasa apabila memakai kata tersebut.
Selanjutnya, kata-kata daerah yang masuk ke dalam bahasa Indonesia yang dirasakan tidak layak diucapkan bagi suatu daerah, tetapi tidak demikian bagi daerah lainnya, dan lama-kelamaan mungkin tidak dirasakan lagi ketakutan untuk mengungkapkannya, seperti pada ekspresi berikut :
1. Hal tersebut membutuhkan pemikiran lebih lanjut.
2. Jangan bertele-tele kalau berbicara.

Bila dirasakan tidak layak karena alasan makna yang berasal dari bahasa daerah, maka akan diganti dengan :
1. Hal tersebut memerlukan pemikiran lebih lanjut.
2. Jangan berkepanjangan kalau berbicara!
Melihat kenyataan di atas perubahan dapat terjadi pada kosakata bahasa daerah yang dipungut bahasa Indonesia.

1.2 Perubahan Makna Akibat Lingkungan

Lingkungan masyarakat dapat menyebabkan perubahan makna suatu kata. Kata yang dipakai di dalam lingkungan tertentu belum tentu sama makna dengan kata yang dipakai di lingkungan lain. Misalnya, kata seperti cetak, bagi yang bergerak di lingkungan persuratkabaran, selalu dihubungkan dengan tinta, huruf, dan kertas, tetapi bagi dokter lain lagi, dan lain pula bagi pemain sepak bola. Seperti pada ekspresi berikut.
(1) Buku ini dicetak di Balai Pustaka.
(2) Cetakan batu bata itu besar-besar.
(3) Pemerintah menggiatkan pencetakan lahan baru bagi petani.
(4) Dokter banyak mencetak uang.
(5) Ali mencetak lima gol dalam pertandingan itu.

1.3 Perubahan Makna Akibat Pertukaran Tanggapan Indera
Sinestesis adalah istilah yang digunakan untuk perubahan makna akibat pertukaran indera. Kata sinestesis barasal dari kata Yunani sun ‘sama’ ditambah aisthetikos ‘nampak’. Pertukaran indera yang dimaksud, misalnya antara indera pendengar dengan indera penglihat, indera perasa dengan penglihat. Contoh-contoh berikut adalah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan pancaindera.
(1) Suaranya terang
(2) Katanya manis
(3) Penampilannya manis
(4) Rupanya manis sekali
(5) Kata-katanya pedas
(6) Kata yang manis enak didengar
(7) Kata-katanya sangat pahit bagi kami
(8) Orangnya hitam manis

1.4 Perubahan Makna Akibat Gabungan Kata

Perubahan makna dapat terjadi sebagai akibat gabungan kata, sebagai contoh dari kata surat (sebagai makna umum (1) ‘kertas’, ‘kain’ dan sebagainya yang bertulis berbagai maksud (2) ‘secarik kertas atau kain, dan sebagainya sebagai tanda atau keterangan (3) ‘tulisan’ (yang tertulis) dapat bergabung dengan kata lain dan maknanya berbeda, seperti pada:
(1) surat jalan
(2) surat perintah
(3) surat keterangan
(4) surat kaleng.
Perubahan makna akibat gabungan kata, antara lain, terjadi pada kata rumah, dan makna akibat gabungan tersebut menunjukkan tempat melakukan sesuatu atau tempat khusus seperti pada:
1) rumah sakit
2) rumah makan
3) rumah tahanan
4) rumah jompo
Sekarang muncul pada gabungan antara panti dengan kata lain yang bermakna tempat melakukan sesuatu, seperti pada panti asuhan, panti pijat dan sebagainya.
1.5 Perubahan Makna Akibat Tanggapan Pemakai Bahasa
Makna kata dapat mengalami perubahan akibat tanggapan pemakai bahasa. Perubahan tersebut cenderung ke hal-hal yang menyenangkan atau ke hal-hal yang sebaliknya, tidak menyenangkan. Kata yang cenderung maknanya ke arah yang baik disebut amelioratif, sedangkan yang cenderung ke hal-hal yang tidak menyenangkan (negatif) disebut peyoratif.
Kata-kata yang amelioratif, antara lain, kata juara dahulu bermakna ‘kepala penyabung ayam’, kini maknanya menjadi positif (menyenangkan), seperti pada juara renang, juara dunia, dan sebagainya, sedangkan kata-kata yang peyoratif antara lain, kata gerombolan dahulu bermakna ‘orang yang berkelompok’, dengan munculnya pemberontakan di Indonesia kata gerombolan memiliki makna negatif, bahkan tidak menyenangkan dan menakutkan. Kata gerombolan berpadanan dengan ‘pengacu’, ‘pemberontakan’, ‘perampokan’, dan ‘pencuri’.
Kata cuci tangan, dahulu dihubungkan dengan ‘kegiatan mencuci tangan setelah kegiatan makan dan bekerja’, sekarang cuci tangan dihubungkan dengan makna ‘tidak bertanggung jawab di dalam suatu persoalan’ atau ‘tidak mau ikut campur’ (karena kegiatannya membahayakan diri sendiri), perbedaan makna tersebut dapat terlihat ekspresi kalimat berikut.
1. Ia mencuci tangan sebelum makan siang itu.
2. Ia mencuci tangan dengan menjelekkan kawannya sendiri dalam persoalan itu.
3. Cuci tangan pada persoalan yang dihadapinya mengakibatkan orang meragukan dia.


1.6 Perubahan Makna Akibat Asosiasi
Asosiasi adalah hubungan antara makna asli, makna di dalam lingkungan tempat tumbuh kata tersebut, dengan makna yang baru, makna di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakaian bahasa (Slametmuljana, 1964). Makna baru ini masih menunjukkan asosiasi dengan makna asli (lama).
Makna asosiasi dapat kita hubungkan dengan waktu atau peristiwa, seperti ekspresi berikut ini :
1. Mari kita rayakan hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
2. Karto Suwiryo mengganas di Jawa Barat.
3. Penjajahan harus kita hapuskan dari bumi Indonesia.
4. Setiap tanggal 21 April para remaja berebut waktu di salon tersebut.
5. Hari ibu di daerah kami dirayakan dengan mengadakan perlombaan bayi sehat.
Djajasudarma (1993), makna asosiasi dapat pula dihubungkan dengan tempat atau lokasi. Kata-kata seperti: Cendana, Monas, Gerogol, Cengkareng, Bandung dan sebagainya menunjukkan makna asosiasi tempat dengan segala peristiwa yang terjadi.
Makna asosiasi dapat pula dihubungkan dengan warna, misalnya, merah putih berasosiasi dengan Negara Indonesia. Warna kuning memiliki makna asosiatif penyakit atau ada yang meninggal bagi daerah tertentu, misalnya Jakarta. Di dalam suatu pertemuan bendera berwarna putih berasosiasi dengan ‘menyerah’ dan lawan akan menghentikan pertempuran tersebut. Warna merah pada lampu stopan mengasosiasikan dengan ‘berhenti’, warna kuning ‘siap-siap’ dan warna hijau ‘berjalan’. Warna hitam mengasosiasikan kita kepada ‘kesukaan’ atau ‘kemalangan’ dan orang Tionghoa yang mendapat kemalangan selalu memakai pita hitam yang menempel pada bajunya.
Makna asosiasi dapat pula dihubungkan dengan tanda (gambar tertentu). Misalnya di dalam lalu lintas kita mengenal rambu-rambu lalu lintas. Tanda Z berasosiasi dengan ‘ jalan berbelok-belok’, ada tanda untuk pom bensin, rumah makan atau rumah sakit,dan sebagainya. Tanda atau lambang yang digunakan biasanya bersifat Internasional dan berlaku secara menyeluruh di dunia.
2. Proses Perubahan Makna
Salah satu aspek dari perubahan bahasa adalah perubahan makna. Perubahan makna ini menjadi sasaran kajian semantik historis. Perubahan makna dapat dianggap sebagai akibat hasil proses yang disebabkan oleh (1) Hubungan sintagmatik, (2) Rumpang didalam kosakata, (3) Perubahan konotasi, (4) Peralihan dari pengacuan yang kongkret ke pengacuan abstrak, (5) Timbulnya gejala sinestesia, dan (6) Penerjemahan harfiah (Djajasudarma, 1993).
Fakta menunjukkan bahwa terdapat banyak kata dengan bermacam ragam, yang mengakibatkan suatu kata, misalnya kata A, bila dihubungkan dengan kata B, akan mempunyai jenis hubungan yang berbeda bila kata A tersebut dihubungkan dengan kata lain C. Dari kenyataan itu kita harus memahami kajian kata (termasuk perubahan maknanya) melalui hubungannya atau sebab-sebab terjadinya perubahan makna.
2.1 Hubungan Sintagmatik
Satuan leksikal dapat mengalami perubahan arti karena (a) kekeliruan pemenggalan morfem-morfemnya, misalnya, kata Jawa pramugari yang terjadi dari awalan pra- dan bentuk dasar mugari ‘pembantu tuan rumah pada peralatan’ dipenggal menjadi pramu-dan -gari. Pemenggalan yang salah ini dipakai untuk menghasilkan bentuk-bentuk lain dengan analogi, sehingga muncul bentuk-bentuk seperti pramuniaga, pramuwisma, pramuria dan sebagainya. Bentuk pramu- kemudian dihubungkan dengan makna ‘pemberi jaksa’ atau ‘pelayan’. Demikian pula untuk remaja yang berasal dari remaja putera ‘anak belasan tahun antara 11 atau 13 tahun’ yang pada gilirannya berasal dari raja putera ‘anak raja’.
Satuan leksikal dapat mengalami perubahan makna akibat (b) persandingan yang lazim (teradat), yang disebut kolokasi. Misalnya, bentuk nasib yang dapat bersanding dengan baik dan buruk dan yang lebih sering muncul nasib buruk daripada nasib baik, lama-kelamaan nasib bermakna konotatif buruk.
Makna satuan leksikal dapat berubah pula sebagai akibat (c) penghilangan salah satu unsurnya. Misalnya tidak semena-mena ‘sewenang-wenang’, unsur keduanya dari bahasa Sansekerta samana ‘seimbang’ menjadi semena-mena dengan arti yang sama ‘sewenang-wenang’, demikian pula bentuk acuh tak acuh yang berarti ‘tidak menghiraukan’ menjadi acuh dengan arti yang sama ‘tidak menghiraukan’.
2.2 Rumpang Didalam Kosakata
Kosakata suatu bahasa kadang-kadang kekurangan bentuk untuk mengungkapkan konsep tertentu. Penutur bahasa dapat memilih satuan leksikal yang ada dan (a) menyempitkan maknanya. Misalnya, pesawat ‘alat’, ‘mesin’, dikalangan penerbang menyempit maknanya sehingga sama dengan pesawat terbang. Bentuk pemerintah ‘yang memerintah’ di dalam tata negara memiliki makna ‘kekuasaan eksekutif yang dibedakan dari kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif.
Perubahan arti dapat terjadi sebaliknya dari yang di ungkapkan di atas, (b) meluaskan makna satuan leksikal. Misalnya, disamping saudara kandung dan ibu kandung, muncul pula ayah kandung, walaupun ayah tidak pernah bersalin atau mengandung dan ayah tidak berasal dari satu kandung. Bentuk kandung kemudian memiliki hubungan pertalian kekerabatan. Hal yang sama terjadi pada ibu, bapak, dan saudara.
Usaha lain untuk mengisi kekosongan (bentuk-bentuk yang rumpang) didalam bahasa, dengan (c) memakai metafora atau kiasan. Misalnya, lapisan (masyarakat), pada kenyataannya hanya sebagai perbandingan dengan benda yang berlapi-lapis dan yang dimaksud adalah kelas-kelas (masyarakat).
Rumpang di dalam kosakata dapat pula diisi dengan perkembangan (d) acuan yang ada di luar bahasa. Perubahan makna dapat terjadi akibat berkembangnya acuan tersebut, sehingga makna leksikal berkembang pula. Misalnya, bentuk merakit dan perakitan yang bermakna ‘menyatukan komponen-komponen’ di bidang automotif sehingga dipakai sebagai padanan assemble atau assembling.
Demikian pula terjadi pada kata-kata merangkum (mengumpulkan sesuatu menjadi satu) menjadi merangkum (cerita, mengikhtisarkan).
2.3 Sinestesia
Penggabungan dua macam tanggapan pancaindera terhadap satu hal yang sama, disebut sinestesia. Sinestesia dapat mengakibatkan perubahan makna, pengalaman pahit terjadi kombinasi antara pencerapan indera perasa (pengalaman) dan indera pengecap (pahit); pada muka masam terjadi kombinasi indera penglihat (muka) dengan indera perasa (asam); pada suara tajam terjadi penggabungan indera pendengar (suara) dengan indera perasa (tajam).
Penggabungan dua macam tanggapan indera ini dapat dikatakan sebagai perubahan makna akibat pertukaran tanggapan indera karena tampaknya sama (sun +aisthetikos).
2.4 Penerjemah Harfiah
Pemungutan konsep baru yang diungkapkan di dalam bahasa lain terjadi juga lewat penerjemahan kata demi kata, sehingga bentuk terjemahan itu memperoleh arti (makna) baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Salah satu akibat proses perubahan makna yang terjadi adalah adanya satuan leksikal kuno dan satuan leksikal usang. Satuan leksikal yang kuno, antara lain, kehilangan acuannya yang berada di luar bahasa masa kini, sedangkan satuan leksikal yang usang menurun frekuensinya, antara lain, karena konotasi yang dimilikinya. Kadang-kadang satuan leksikal yang kuno atau usang digunakan kembali dengan makna baru. Hal tersebut seperti terjadi di dalam pembentukan istilah Indonesia.
Kata kuno adalah satuan leksikal (kata, frase, bentuk majemuk) yang (a) kehilangan acuannya di luar bahasa, (b) mempunyai konotasi masa yang silam, (c) berasal dari leksikon bahasa pada taraf sebelumnya, atau (d) masih dapat dikenali secara tepat ataupun secara kurang tepat oleh penutur bahasa yang bersangkutan. Bentuk kuno antara lain : ancala ‘gunung’, andakala ‘banteng’, bahana ‘terang’ atau ‘nyata’ dan sebagainya.
Sementara, kata usang adalah satuan leksikon yang sarat dengan konotasi. Beberapa contoh kata usang, yaitu babu ‘pembantu rumah tangga (wanita)’, jongos ‘pembantu rumah tangga (pria)’, kacung ’anak laki-laki’, kuli ‘pekerja kasar’, pelacur ‘tuna susila’, manipol ‘manifesto politik’, nasakom ‘nasionalisme agama komunis’, rodi ‘perintah atau kerja paksa’, romusa ‘pelaku kerja paksa’ (pada zaman Jepang), kumico ‘barang keperluan sehari-hari’, polmah ‘surat kuasa’, karambol ‘permainan bilyar’, serdadu ‘prajurit’, mester ‘ahli hukum’, hopbiro ‘markas besar polisi’, grad ‘derajat’, jaram ‘kompres dingin’.

3. Perluasan Makna
Perluasan makna terjadi pada kata-kata antara lain: saudara, bapak, ibu, dahulu digunakan untuk menyebut orang yang seketurunan (sedarah) dengan kita. Kata saudara dihubungkan dengan kakak atau adik yang seayah dan seibu. Kata bapak selalu dihubungkan dengan orang tua laki-laki dan kata ibu dengan orang tua perempuan. Sekarang ketiga kata tersebut pemakaiannya telah meluas maknanya. Kata bapak digunakan kepada setiap laki-laki yang tua, meskipun tidak ada pertalian darah dengan kita; kata saudara digunakan untuk mereka yang sebaya dengan pembicara; dan kata ibu digunakan untuk perempuan tua, meskipun tidak ada pertalian darah.
Perluasan makna dapat terjadi pula dengan menambah unsur lain, misalnya, kata kepala ‘bagian badan sebelah atas’ (dahulu). Sekarang maknanya meluas, misalnya, kepala bagian, kepala sekolah, kepala kantor pos, kepala rumah sakit, suster kepala (untuk membedakan dari kepala suster). Makna kepala pada bentuk-bentuk tersebut masih tampak, yakni berasosiasi dengan atas, sebab kepala di dalam konstruksi tersebut menunjukkan orang yang memiliki jabatan tertinggi (atas – pemimpin).
Kata kemudi yang dahulu bermakna ‘alat untuk meneruskan jalannya kapal atau perahu’, sekarang muncul frase mengemudikan perusahaan (negara), mengemudikan pesawat. Makna asosiatif menjaga kelurusan (keamanan) masih terasa atau tampak.
Ekspresi atau kata-kata yang disebutkan terdahulu sebagai contoh adalah sebagian kecil yang membuktikan adanya perluasan makna. Perluasan makna umum dihubungkan dengan pemakaian kata secara operasional. Masyarakat bahasa mengambil manfaat baik denggan jalan analogi atau melalui peristiwa tertentu meluaskan makna kata-kata atau ekspresi-ekspresi tertentu.

4. Pembatasan Makna
Makna kata dapat mengalami pembatasan, atau makna yang dimiliki lebih terbatas dibandingkan dengan makna semula. Kata dengan bentukan baru hanya mengacu kepada benda atau peristiwa yang terbatas (khusus). Misalnya :
(1) Ahli,
(2) Ahli penyakit,
(3) Ahli kebidanan,
(4) Ahli sejarah,
(5) Ahli bahasa.
Kita mengetahui bahwa makna ahli semula ‘anggota keluarga’, ‘orang yang termasuk di dalam satu garis keturunan’, ditambah unsur lain maknanya menjadi terbatas atau menyempit.
Kata sastra di dalam bahasa Sansekerta memiliki makna yang luas, tetapi bahasa Indonesia sekarang makna kata sastra hanya dihubungkan dengan karangan-karangan yang bernilai keindahan yang dapat menggugah perasaan.



5. Pergeseran Makna
Makna berkembang dengan melalui perubahan, perluasan, penyempitan, atau pergeseran. Pergeseran makna terjadi pada kata-kata (frase) bahasa Indonesia yang disebut eufemisme (melemahkan makna). Caranya dapat dengan mengganti simbolnya (kata, frase) dengan yang baru dan maknanya bergeser, biasanya terjadi bagi kata-kata yang dianggap memiliki makna yang menyinggung perasaan orang yang mengalaminya. Contoh :
1. bui, tahanan atau tutupan ‘tempat orang ditahan atau dipenjara setelah mendapat putusan hakim untuk menjalani hukuman’. Sekarang muncul lembaga pemasyarakatan dan maknanya bergeser ‘selain tempat untuk menahan terpidana menjadi tempat untuk mengubah tingkah laku terpidana agar kelak dapat ditterima kembali oleh masyarakatnya.
2. dipecat, dirasakan terlalu keras, dengan demikian muncul diberhentikan dengan hormat atau dipensiunkan.
3. ditahan, dirasakan menyinggung perasaan orang yang mengalaminya dengan pertimbangan tertentu maka muncul diruntankan dan maknanya bergeser ditahan di rumah bukan di tempat tahanan umum.
4. sogok-menyogok, dirasa terlalu mencolok mata, oleh karena itu muncul pungli (pungutan liar), menyalahgunakan wewenang, komersialisasi jabatan, upeti, dst.
Pergeseran makna terjadi di dalam bentuk imperatif seperti pada segera laksanakan yang bergeser maknanya menjadi harap dilaksanakan atau mohon dilaksanakan terjadi eufemisme. Modalitas keharusan yang muncul dengan konstruksi harus untuk prinsip eufemisme, misalnya, harus datang menjadi mohon hadir, mohon datang. Kata berpidato atau memberi instruksi dirasakan terlalu kasar dan biasanya diganti dengan memberikan pengarahan, memberikan pembinaan, mengadakan saresehan, dan sebagainya.
Pergeseran makna terjadi pada kata-kata atau frase yang bermakna terlalu menyinggung perasaan orang yang mengalaminya, oleh karena itu, kita tidak mengatakan orang sudah tua di depan mereka yang sudah tua bila dirasakan menyinggung perasaan, maka muncullah orang lanjut usia. Demikian pula terjadi pergeseran makna pada kata-kata atau frase berikut :
1. tuna netra ‘buta’
2. tuna rungu ‘tuli’
3. tuna wisma ‘gelandangan’
4. tuna susila ‘pelacur’
5. cacat mental ‘orang gila’
6. pramusiwi ‘pelayan (bayi)’
7. pramuwisma ‘pelayan (pembantu)’
8. pramuniaga ‘pelayan toko’
9. menyesuaikan harga ‘menaikkan harga’
10. dipetikan ‘masuk kotak’
Djajasudarma (1993), mengatakan pemakai bahasa dalam hal ini selalu memanfaatkan potensinya untuk memakai semua unsur yang terdapat di dalam bahasanya. Memakai bahasa berusaha agar kawan bicara tidak terganggu secara psikologis, oleh karena itu muncul pergeseran makna. Dikatakan pergeseran makna bukan pembatasan makna, karena dengan penggantian lambang (simbol) makna semula masih berkaitan erat tetapi ada makna tambahan (eufemisme) menghaluskan (pertimbangan akibat psikologis bagi kawan bicara atau orang yang mengalami makna yang di ugkapkan kata atau fraseyang disebutkan).






BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ketaksanaan atau ambiguitas merupakan bagian makna dari bahasa yang terdapat dalam sebuah tuturan atau tulisan. Ketaksanaan atau ambiguitas dapat terjadi pada sebuah tataran bahasa, baik kata, frase, klausa, kalimat, maupun sebuah wacana. Ketaksanaan atau ambiguitas sering digunakan oleh para penutur dengan maksud-maksud tertentu, yang kadang-kadang sengaja dia buat untuk menyembunyikan maksud tuturannya yang sebenarnya, ini biasa untuk menyindir seseorang namun dengan perkataan yang tidak dengan sesungguhnya.
Perkembangan makna bahasa mencakup segala hal tentang makna yang mengalami perkembangan. Perubahan makna bahasa merupakan gejala yang terjadi di dalam suatu bahasa akibat dari pemakaian yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor didalam bahasa maupun diluar bahasa.

Laporan Observasi

LAPORAN KELOMPOK OBSERVASI

Observasi dilaksanakan pada tanggal 17 sampai dengan 18 januari 2011
Di Jl. Gang Mesjid Cilendek Timur 1 Kelurahan Cilendek Timur Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor 16113

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran


Disusun oleh :
Kelas K
Sulastri 0371 10 378
Atik Siti Kartika 0371 10 396
Nur Fitriyani Dewi 0371 10 401
Kurnaesi 0371 10 405






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2011

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan observasi yang kegiatannya dilaksanakan sejak tanggal 17 Januari s.d 18 Januari 2011, di Jln.Gang Mesjid Cilendek Timur Kelurahan Cilendek Timur Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor 16113.
Tak lupa shalawat serta salam kami curahkan kepada junjunan kita Nabi besar Muhammad SAW. yang telah membawa umatnya ke alam yang terang benderang.
Pembuatan laporan ini bertujuan untuk melaporkan kegiatan yang kami laksanakan selama observasi, berupa mengidentifikasi keadaan sekolah yang bersangkutan, baik dari segi sarana prasarana, keadaan siswa, keadaan pendidik dan tenaga kependidikan, serta seluruh yang terkait dengan keadaan sekolah dan proses pembelajaran dikelas.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada pihak-pihak yang telah memberi bantuan, bimbingan, dan kerjasama sehingga kami dapat melaksanakan observasi dengan lancar.
Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada :
1. Para orang tua kami yang selalu mendo’akan dan memberi dukungan baik dari segi materi maupun non materi.
2. Ibu Sri Dewi Nirmala, M.Pd., selaku Dosen mata kuliah Strategi Pembelajaran.
3. Bapak Achmad Mustika, S.Pd, M.Si., selaku Kepala Sekolah SDN Cilendek Timur 1 Bogor.
4. Bapak dan Ibu guru SDN Cilendek Timur 1 Bogor beserta stafnya.
5. Siswa-siswi SDN Cilendek Timur 1 Bogor, khususnya kelas 1C dan 6B yang bisa diajak kerjasamanya.
6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.





Mengingat keterbatasan yang dimiliki, kami sadar laporan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan laporan ini. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun, kami harapkan dari semua pihak.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi para pembaca sekalian. Amiin.



















Bogor, Januari 2011


Penyusun


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 3
1.3. Sasaran 4
1.4. Metode penelitian 4
1.5. Bentuk kegiatan 4

BAB II PROFIL SEKOLAH 5
A. Keterangan Keadaan Siswa, Guru dan Rombongan Belajar Tahun ajaran 2010/2011 6
B. Keterangan Sarana dan Prasarana Sekolah 8

BAB III PEMBAHASAN 13
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) 13
1. Kelas 1 13
2. Kelas 6 15

BAB IV SIMPULAN 16

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
• RPP kelas 1
• RPP kelas 6
• Foto-foto

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tokoh pendidikan yang bernama Gagne mengemukakan definisi belajar yaitu “Belajar merupakan suatu proses diman suatu organism berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman”.
Belajar memiliki tiga atribut pokok yaitu :
1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotor, maupun afektif.
3. Belajar berlangsung melalui pengalaman, baik pengalaman ;angsung maupun pengalaman tidak langsung (melalui pengamatan). Dengan kata lain, belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).
Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip berikut :
• Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsic maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
• Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran, guru dapat mengaitkan pelajaran dengan diri siswa itu sendiri (kebutuhan, minat, dan pengalaman siswa) dan atau menciptakan situasi pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa.
• Aktivitas. Belajar itu sendiri aktivitas. Bila pikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.
• Balikan. Balikan didalam belajar sangat penting, supaya siswa segera mengetahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Balikan dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
• Perbedaan individual. Indibidu merupakan probadi tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuaidengan karakteristik mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar merupakan suatu sistemyang terdiri dari unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru. Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi, dan semuanya berfungsi dengan berorientasi pada tujuan.
Komponen utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih dan menggunakan Strategi Pembelajaran ialah tujuan, yang dalam Kurikulum 2004 dirumuskan dalam bentuk kompetensi, sebab semua komponen tersebut-termasuk Strategi Pembelajaran-dipilih dan difungsikan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Gagne mengklasifikasikan hasil-hasil belajar atau tujuan pembelajaran ke dalam lima jenis tujuan belajar sebagai berikut :
1. Keterampialan Intelektual dengan tahapan-tahapannya :
• Kemampuan membedakan (diskriminasi)
• Kemampuan mengenal konsep konkret
• Kemampuan memahami konsep terdefinisi
• Kemampuan mengguanakan aturan, rumus, hukum/dalil, prinsip, dan
• Kemampuan memecahakan masalah dengan menggunakan berbagai aturan.
2. Strategi Kognitif yaitu kemampuan memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir.
3. Informasi Verbal yaitu kemampuan menyimpan nama/label, fakta, dan pengetahuan dalam ingatan.
4. Keterampilan Motorik yaitu kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan fisik.
5. Sikap yaitu kemampuan menampilkan perilaku yang bermuatan nilai-nilai.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih Strategi Pembelajaran ialah tujuan pembelajaran, jenis dan tingkat kesulitan materi pelajaran, sarana, waktu yang tersedia, siswa, dan guru. Yang perlu dipertimbangkan dari faktor siswa, antara lain : siswa sebagai pribadi tersendiri memilki pebedaan-perbedaan dari siswa lain, jumlah siswa yang mwngikuti pelajaran.
Faktor fasilitas, ruang dan waktu yang perlu dipertimbangkan ialah jumlah dan karakteristik alat pelajaran dan alat peraga, jumlah dan karakteristik sumber pelajaran (bahan cetakan dan lingkungan sekitar), ketersediaan ruangan yang dibutuhkan serta jumlah waktu yang tersedia. Sedangkan faktor guru yang mempengaruhi penggunaan Strategi Pembelajaran ialah kemempuan menguasai bahan pelajaran dan kemempuan membelajarkan siswa.
Suatu pembelajaran menuntut pemanfaatan berbagai metode dan teknik, baik pada tahap perancangan maupun penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan pada saat pembelajaran sedang berlangsung.

1.2. Tujuan

• Untuk mengetahui keadaan sekolah yang bersangkutan, baik dari segi saran prasarana, keadaan siswa, keadaan pendidik dan tenaga kependidikan, serta seluruh yang trekait dengan keadaan sekolah.
• Untuk mengetahui proses pembelajaran di kelas/Kegiatan Belajar Mengajar yang berkaitan dengan mata kuliah Strategi Pembelajaran.

1.3. Sasaran

Yang menjadi sasaran tempat observasi kami adalah SDN Cilendek Timur 1 yang beralamat di Jl. Gg Mesjid Rt 01/10 Bogor 16112 Kelurahan Cilendek Timur Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor.

1.4. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan observasi ini adalah :
1. Studi Pustaka, (memperoleh informasi dari buku, contoh laporan-laporan dan internet)
2. Observasi

1.5. Bentuk Kegiatan

Pada hari pertama observasi tanggal 17 Januari 2011, kami mengidentifikasi keadaan sekolah yang bersangkutan, baik dari segi saran prasarana, keadaan siswa, keadaan pendidik dan tenaga kependidikan, serta seluruh yang trekait dengan keadaan sekolah.
Pada hari kedua observasi tanggal 18 Januari 2011, kami mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar di dalam kelas yang terbagi menjadi 2 yaitu 2 orang di kelas 1c, 2 orang di kelas 6b. masing-masing dari kami mengamati apa yang terjadi dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar tersebut.





BAB II
PROFIL SEKOLAH


Nama Sekolah : SDN CILENDEK TIMUR 1
Alamat : Jl. Gg Mesjid Rt 01/10 Bogor 16113
Kelurahan : Cilendek Timur
Kecamatan : Bogor Barat
Kota : Bogor
Provinsi : Jawa Barat
Nomor Statistik : 101020503038
Nomor Pokok Sekolah Nasional : 20220050
Jenis dan Status Sekolah : SD Negeri
Kategori Sekolah : SD/MI Biasa
Status mutu sekolah : Standar/SPM
Status Akreditasi Sekolah : B (Baik)
Tahun Berdiri Sekolah : 1980
Kurikulum yang digunakan : KTSP
(Sekolah tidak memiliki jaringan internet)
Luas Tanah : 2778 M2
Luas Bangunan Keseluruhan : 721 M2
Status Penguasaan Gedung Sekolah : milik sendiri
Waktu Penyelenggaraan : Kombinasi (Pagi dan Siang)








A. Keterangan Keadaan Siswa, Guru dan Rombongan Belajar Tahun ajaran 2010/2011


1. Keadaan Siswa 2010/2011
a. Siswa baru tingkat 1 : laki-laki = 41 orang
Perempuan = 53 orang
b. Jumlah siswa tingkat 1-6 : laki-laki = 262 orang
Perempuan = 283 orang
c. Jumlah siswa yang mengulang tingkat 1-6 : laki-laki = 9 orang
Perempuan = 2 orang
d. Jumlah siswa yang putus sekolah/drop out tingkat 1-6 : laki-laki = 0
Perempuan = 0
e. Jumlah peserta UN 2010/2011 : laki-laki = 36 orang
Perempuan = 39 orang
f. Jumlah lulusan 2009/2010 : laki-laki = 36 orang
Perempuan = 39 orang

g. Jumlah siswa seluruhnya menurut kelompok umur
a. < 7 Tahun : laki-laki = 1 orang Perempuan = 2 orang b. 7-12 Tahun : laki-laki = 259 orang Perempuan = 278 orang c. > 12 Tahun : laki-laki = 2 orang
Perempuan = 3 orang

h. Jumlah siswa tingkat 1-6 menurut agama
a. Islam : 545 orang
b. Protestan : 0
c. Katolik : 0
d. Hindu : 0
e. Budha : 0
f. Konghucu : 0
i. Jumlah Rombongan Belajar tingkat 1-6 : 15 kelas
a. Tingkat 1 : 3 Rombel
b. Tingkat 2 : 2 Rombel
c. Tingkat 3 : 3 Rombel
d. Tingkat 4 : 3 Rombel
e. Tingkat 5 : 2 Rombel
f. Tingkat 6 : 2 Rombel
j. Jumlah Guru keseluruhan : 22 orang
a. Guru PNS :
• Laki-laki = 5 orang
• Perempuan = 12 orang
b. Guru Honor :
• Laki-laki = 2 orang (1 orang pensiun, tetapi dihonorkan kembali)
• Perempuan = 3 orang
k. Jumlah Guru memenuhi untuk sertifikasi : laki-laki = 2 orang
Perempuan = 8 orang

l. Jumlah Guru yang lulus Sertifikasi : laki-laki = 0
Perempuan = 3 orang
m. Pendidikan Guru :
a. S1 : laki-laki = 3 orang
Perempuan = 6 orang
(selebihnya D2 sedang melanjutkan S1)








B. Keterangan Sarana dan Prasarana Sekolah

1. Kondisi bangunan menurut tingkat kerusakan komponen bangunan
 Bangunan/Gedung 1
Luas (dari seluruh lantai) : 182 M2
Tahun dibangun : 1982
Tahun terakhir renovasi : 2008
Jumlah lantai : 1
Klasifikasi bangunan : permanen
Jenis lantai terluas : permanen
Jenis dinding terluas : permanen
Jenis atap terluas : Genteng
Pondasi, kolom dan balok, plesteran,kolom dan balok, rangka (kuda-kuda+kaso), penutup/atap, instalasi listrik : tidak ada yang rusak
Drainase limbah (buangan air) : 46 % - 65 %
 Bangunan/Gedung 2
Luas (dari seluruh lantai) : 147 M2
Tahun dibangun : 1982
Tahun terakhir renovasi : 2002
Jumlah lantai : 1
Klasifikasi bangunan : permanen
Jenis lantai terluas : permanen
Jenis dinding terluas : permanen
Jenis atap terluas : Genteng
Pondasi, kolom dan balok, plesteran,kolom dan balok, rangka (kuda-kuda+kaso), penutup/atap, instalasi listrik : tidak ada yang rusak
Drainase limbah (buangan air) : tidak ada yang rusak
 Bangunan/Gedung 3
Luas (dari seluruh lantai) : 182 M2
Tahun dibangun : 1980
Tahun terakhir renovasi : 2002
Jumlah lantai : 1
Klasifikasi bangunan : permanen
Jenis lantai terluas : permanen
Jenis dinding terluas : permanen
Jenis atap terluas : Genteng
Pondasi, kolom dan balok, plesteran,kolom dan balok, rangka (kuda-kuda+kaso), penutup/atap, instalasi listrik : tidak ada yang rusak
Drainase limbah (buangan air) : tidak ada yang rusak
 Bangunan/Gedung 4
Luas (dari seluruh lantai) : 161 M2
Tahun dibangun : 1984
Tahun terakhir renovasi : 2007
Jumlah lantai : 1
Klasifikasi bangunan : permanen
Jenis lantai terluas : permanen
Jenis dinding terluas : permanen
Jenis atap terluas : Genteng
Pondasi, kolom dan balok, plesteran,kolom dan balok, rangka (kuda-kuda+kaso), penutup/atap, instalasi listrik : tidak ada yang rusak
Drainase limbah (buangan air) : 46 % - 65 %
 Bangunan/Gedung 5
Luas (dari seluruh lantai) : 49 M2
Tahun dibangun : 1987
Tahun terakhir renovasi : 2008
Jumlah lantai : 1
Klasifikasi bangunan : permanen
Jenis lantai terluas : permanen
Jenis dinding terluas : permanen
Jenis atap terluas : Genteng
Pondasi, kolom dan balok, plesteran,kolom dan balok, rangka (kuda-kuda+kaso), penutup/atap, instalasi listrik : tidak ada yang rusak
Drainase limbah (buangan air) : tidak ada yang rusak
2. Kondisi bangunan menurut jenis ruang dan tingkat kerusakan komponen bangunan dalam ruangan :
1. Ruang Kelas
 Tingkat/kelas 1
Kelas 1a, 1b, 1c : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa : gedung 3
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang rusak
 Tingkat/kelas 2
Kelas 2a, 2b : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa : gedung 4
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang rusak
 Tingkat/kelas 3
Kelas 3a, 3b, 3c : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa : gedung 3
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang rusak
 Tingkat/kelas 4
Kelas 4a, 4b, 4c : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa :
a. Kelas 4a : gedung 4
b. Kelas 4b : gedung 5
c. Kelas 4c : gedung 4
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang rusak
 Tingkat/kelas 5
Kelas 5a, 5b : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa :
a. Kelas 5a : gedung 1
b. Kelas 5b : gedung 2
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang berfungsi
 Tingkat/kelas 6
Kelas 6a, 6b : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa : gedung 1
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang rusak
2. Laboratorium bahasa : tidak ada
3. Laboratorium komputer : tidak ada
4. Ruang Perpustakaan : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 1
Luas : 28 M2
5. Ruang UKS : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 4
Luas : 14 M2
6. Ruang Kepsek : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 3
Luas : 35 M2
7. Ruang Guru : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 2
Luas : 49 M2
8. Ruang TU : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 2
Luas : 28 M2
9. WC Guru laki-laki : tidak ada
10. WC Guru perempuan : tidak ada
11. WC Siswa laki-laki : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 5
Luas : 4 M2
12. WC Siswa perempuan : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 5
Luas : 4 M2
13. WC bersama 1 : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 2
Luas : 4 M2
WC bersama 2 : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 2
Luas : 4 M2
(pintu dan kusen : > 65 %)
14. Gudang : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 4
Luas : 25 M2
15. Ruang Ibadah : tidak ada

Keterangan :
Jumlah meja siswa layak pakai = 160
Jumlah kursi siswa layak pakai = 320
Sumber utama penerangan : listrik PLN
Sumber utama air : sumur pompa
Lapangan olahraga : ada, berfungsi















BAB III
PEMBAHASAN


KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (KBM)


I. KELAS 1
Prose pembelajaran pada kelas 1 menggunakan tematik yaitu mencakup semua pelajaran diantaranya B.Indonesia, PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup), Agama.
Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru yaitu Ekspositori, karena di kelas 1 guru harus lebih aktif dibandingkan siswa, guru menjelaskan dan siswa tinggal menerima dan kemudian mencatat.
Tahapan-tahapan prosedur pembelajaran :
a. Pra pembelajaran : salam, pembukaan, absen hadir.
b. Kegiatan awal : appersepsi (mengulang materi yang sudah di ajarkan), motivasi.
c. Kegiatan inti : pendalaman materi, mengajarkan baca, mengajarkan menulis.
d. Kegiatan akhir : menyimpulkan materi, evaluasi, menutup pelajaran, memberikan tugas rumah.
e. Tindak lanjut : memberikan pesan moral pada siswa
Pemilihan Metode mengajar yang digunakan guru yaitu metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas.
Pemilihan Media Pembelajaran, guru menggunakan buku B.indonesia, buku PLH, silabus, dan media gambar bencana alam.
Pengelolaan kelas yang dilaksanakan oleh guru yaitu menggunakan pendekatan modifikasi tingkah laku, pendekatan sosio emosional karena ada salah satu siswa yang tidak bisa di atur.
Penilaian pembelajaran, guru hanya melakukan evaluasi setelah materi yang disampaikan selesai.
Keterampilan dasar mengajar 1 dan 2 :
Dalam proses pembelejaran tersebut guru menggunakan keterampilan menjelaskan, keterampilan bertanya, keterampilan mengadakan variasi (tepuk semangat), keterampilan mengelola kelas, dan keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, tetapi yang digunakan hanya keterampilan mengajar perorangan saja (contoh : mengajarkan membaca dan menulis).


























2. KELAS 6
Proses pembelajaran di kelas 6 menggunakan Mata Pelajaran yaitu Matematika dan IPA. Pada Mata Pelajaran Matematika Strategi Pembelajaran yang digunakan oleh guru yaitu Heuristik karena pihak pengolah pesannya siswa, siswa dituntut lebih aktif dibandingkan guru.
Tahapan-tahapan prosedur pembelajaran :
a. Pra pembelajaran : ikrar dilapangan, membaca doa didalam kelas, dilanjutkan dengan membaca asmaul husna.
b. Kegiatan awal : appersepsi (mengulang materi pelajaran yang sudah disampaikan), memberi motivasi, menyampaikan tujuan pelajaran dan membuat kesimpulan.
c. Kegiatan inti : membahas PR Matematika, dan dilanjutkan dengan materi selanjutnya (guru memberi soal dan membahas didepan kelas dengan menunjuk siswa untuk mengisi soal tersebut).
Pemilihan metode mengajar yang digunakan oleh guru yaitu menggunakan metode Drill karena guru memberikan soal latihan.
Pemilihan media pembelajaran, guru menyiapkan sebuah tongkat dan buku pelajaran matematika.
Pengelolaan kelas yang dilaksanakan oleh guru, menggunakan pendekatan CTL (Control Teacher Learning).
Penilaian pembelajaran, guru memberikan tes formatif yang berbentuk lisan, tulisan, dan perbuatan (soal latihan matematika hal 87-93).
Keterampilan dasar mengajar 1 dan 2 :
Dalam proses pembelajaran tersebut guru menggunakan keterampilan menjelaskan, keterampilan memberikan penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan mengelola kelas, dan keterampilan membuka dan menutup pelajaran.




BAB IV
SIMPULAN


Berdasarkan observasi yang telah kami amati, bahwa di SDN Cilendek Timur 1 tersebut memiliki banyak keunggulan, seperti danya teropong bintang dan proyektor milik sekolah. Letak sekolahnya pun cukup strategis karena berada di pusat pemerintahan (kelurahan) berdekatan pula dengan puskesmas dan mushola. Namun juga memiliki kekurangan, seperti sarana dan prasarana yang kurang mendukung dikarenakan kami masih menemukan atap yang bocor, bangku dan meja yang rusak, WC yang tidak layak pakai.
Untuk Kegiatan Belajar Mengajarnya kami membandingkan antara kelas 1 dan kelas 6. Di kelas 1 kegiatan Belajra Mengajarnya menggunakan Tematik dan sangat menarik perhatian siswa, karena guru memiliki Keterampilan mengadakan variasi sehingga belajar sambil bermain, sedangkan di kelas 6 Kegiatan Belajar Mengajarnya menggunakan mata pelajaran, diantaranya mengulang pelajaran yang telah dipelajari di kelas 3,4 dan 5 sehingga siswa sudah memahami dan mengetahui materi sebelumnya. Oleh sebab itu, di kelas 6 harus lebih sungguh-sungguh belajarnya karena untuk persiapan menghadapi Ujian Nasional.
















RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK


Mata Pelajaran : B.Indonesia, PLH, Agama
Kelas/Semester : 1/2
Hari/Tanggal : Selasa/ 18 Januari 2011
Tema : Kebersihan


 Standar Kompetensi
B.Indo : Membaca
Memahami teks pendek dengan membaca lancar dan membaca puisi.
PLH : Membiasakan kesiagaan dalam menghadapi bencana alam.

 Kompetensi Dasar
B.Indo : Membaca teks pendek dengan lafal dan intonasi yang tepat
PLH : Menunjukkan sikap empati terhadap orang yang terkena bencana.

 Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat membaca teks dengan lafal dan intonasi yang tepat, siswa dapat menunjukkan sifat empati terhadap orang yang terkena bencana.

 Materi ajar
Membaca lancar
Bersikap empati kepada orang lain.

 Metode Pembelajaran
• Ceramah
• Tanya jawab
• Pemberian tugas

 Sumber dan alat pembelajaran
• Buku B.Indonesia
• Buku PLH
• Silabus
• Media gambar bencana alam
 Langkah-Langkah Pembelajaran
• Appersepsi
• Motivasi
• Menyebutkan tujuan pembelajaran
• Pengelolaan kelas

 Kegiatan Inti
• Memperhatikan wacana pendek yang terdiri dari 3-5 kalimat ayng ditulis oleh guru dipapan tulis.
• Membaca dengan lafal dan intonasi guru tepat untuk tiap kalimat.
• Membaca kalimat secara indifidual, kelompok dan klasikal dengan suara nyaring.
• Membaca dengan memperhatikan tempat jeda pendek.
• Melakukan tanya jawab tentang isi bacaan.
• Guru memasang gambar bencana alam dipapan tulis.
• Siswa menyimak penjelasan guru
• Guru dan siswa bertanya jawab.
• Guru mengajukan pertanyaan kepada salah satu siswa.
• Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa yang belum mengerti.

 Penutup
• Guru membimbing siswa menyimpulkan materi yang telah diajarkan.
• Siswa mengerjakan soal latihan.
• Guru memberikan tugas rumah.


 Penilaian
• Teknik : Tes lisan dan tertulis
• Bentuk tes : Isian
• Contoh instrumen : B.Indonesia

Rajin Mandi
Mita anak rajin
Ia mandi setiap hari
Tak lupa menggosok gigi
Ia mandi sehari 2 kali
Pagi hari dan Sore hari
Sehabis mandi badan terasa segar
Badan bersih dan sehat
Badan sehat belajar menjadi giat



Jawablah Pertanyaan dibawah ini
1. Apakah judul bacaan diatas ?
Jawab : Rajin mandi
2. Berapa kali mita mandi ?
Jawab : 2 kali
3. Kapan mita mandi?
Jawab : Pagi dan sore hari
4. Terasa bagaimanakah badan kita setelah mandi ?
Jawab : Terasa segar
5. Badan sehat belajar menjadi ?
Jawab : giat




Contoh instrument PLH

1. Apa yang dapat kita sumbangkan kepada teman yang tertimpa bencana ?
Jawab :
• Pakaian layak pakai
• Menyumbang uang
• Sumbangan buku pelajaran dan alat-alat tulis
• Makanan


2. Sebutkan dampak bencana alam ?
Jawab :
• Luka-luka
• Meninggal
• Kehilangan rumah
• Sekolah yang runtuh
• Buku-buku pelajaran hilang
• Kelaparan





Mengetahui, Bogor , 18 januari 2011
Kepala Sekolah Guru Kelas

Achmad Mustika, S.Pd, M.Si Ela Nurlaela
NIP 196101081979121001
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : 6a/2
Pertemuan ke : 1-3 (11, 12, 18 Januari 2011)
Alokasi Waktu : 6 x 35 menit

 Standar Kompetensi
Melakukan operasi hitung pecahan dalam pemecahan masalah
 Kompetensi Dasar
Menyederhanakan dan mengurutkan pecahan
 Indikator
Siswa dapat :
• Mengenal berbagai bentuk pecahan
• Menyederhanakan pecahan
• Mengurutkan pecahan

i. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat mengenal berbagai bentuk pecahan, menyederhanakan pecahan, dan mengurutkan pecahan.
ii. Materi Pokok
Operasi hitung pecahan

iii. Metode Pembelajaran : ceramah, tanya jawab, demonstrasi.
Pendekatan : CTL
Model : TALKING STICK





iv. Kegiatan Pembelajaran
Langkah-langkah
1. Pertemuan ke 1-3
Kegiatan awal
1. Appersepsi
2. Motivasi
3. Tujuan pembelajaran
4. Membuat kesimpulan

2. Kegiatan Inti
1. Guru menyiapkan sebuah tongkat
2. Guru menyiapkan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi
3. Setelah selesai membaca materi atau buku pelajaran dan mempelajrainya siswa menutup bukunya
4. Guru mengambil tongkat dan memberikan pertanyaan kepada siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, kemudian seterusnya sampai sebagian siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru.
5. Guru memberi penghargaan kepada siswa yang menjwab pertanyaan benar.

3. Penutup
a. Guru bersama murid membuat kesimpulan
b. Memberikan tes formatif

v. Bahan dan sumber belajar
• Matematika kelas VI
• Silabus


vi. Penilaian
1. Bentuk tagihan : lisan, tulisan, perbuatan.
2. Bentuk instrumen : Isian
3. Contoh instrumen : Metematika hal 87-93





















Mengetahui, Bogor , 11 januari 2011
Kepala Sekolah Guru Kelas


Achmad Mustika, S.Pd, M.Si Sulyanah
NIP 196101081979121001 NIP 196202131982042006

DAFTAR PUSTAKA



Laporan kelompok Kuliah Kerja Nyata 2006
Laporan individu Praktik Kerja Lapangan 2008
http://www.anneahira.com/artikel-pendidikan/tujuan-pendidikan.htm
http://kavie-design.indonesianforum.net/t8-pengertian-pendidikan
http://www.scribd.com/doc/2235912/contoh-proposal
http://meysiska.blogspot.com/2009/03/contoh-laporan-observasi.html
Buku Strategi Pembelajaran penerbit UT (Universitas Terbuka)





















LAMPIRAN

Tampak Depan Gerbang

Gedung 3 (kelas 1a,b,c, ruang kepsek) Gedung 4 (kelas 2a, b, kelas 4)



UKS Ruang Kepala Sekolah

Laporan Observasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tokoh pendidikan yang bernama Gagne mengemukakan definisi belajar yaitu “Belajar merupakan suatu proses diman suatu organism berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman”.
Belajar memiliki tiga atribut pokok yaitu :
1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotor, maupun afektif.
3. Belajar berlangsung melalui pengalaman, baik pengalaman ;angsung maupun pengalaman tidak langsung (melalui pengamatan). Dengan kata lain, belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).
Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip berikut :
• Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsic maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
• Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran, guru dapat mengaitkan pelajaran dengan diri siswa itu sendiri (kebutuhan, minat, dan pengalaman siswa) dan atau menciptakan situasi pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa.
• Aktivitas. Belajar itu sendiri aktivitas. Bila pikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.
• Balikan. Balikan didalam belajar sangat penting, supaya siswa segera mengetahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Balikan dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
• Perbedaan individual. Indibidu merupakan probadi tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuaidengan karakteristik mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar merupakan suatu sistemyang terdiri dari unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru. Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi, dan semuanya berfungsi dengan berorientasi pada tujuan.
Komponen utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih dan menggunakan Strategi Pembelajaran ialah tujuan, yang dalam Kurikulum 2004 dirumuskan dalam bentuk kompetensi, sebab semua komponen tersebut-termasuk Strategi Pembelajaran-dipilih dan difungsikan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Gagne mengklasifikasikan hasil-hasil belajar atau tujuan pembelajaran ke dalam lima jenis tujuan belajar sebagai berikut :
1. Keterampialan Intelektual dengan tahapan-tahapannya :
• Kemampuan membedakan (diskriminasi)
• Kemampuan mengenal konsep konkret
• Kemampuan memahami konsep terdefinisi
• Kemampuan mengguanakan aturan, rumus, hukum/dalil, prinsip, dan
• Kemampuan memecahakan masalah dengan menggunakan berbagai aturan.
2. Strategi Kognitif yaitu kemampuan memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir.
3. Informasi Verbal yaitu kemampuan menyimpan nama/label, fakta, dan pengetahuan dalam ingatan.
4. Keterampilan Motorik yaitu kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan fisik.
5. Sikap yaitu kemampuan menampilkan perilaku yang bermuatan nilai-nilai.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih Strategi Pembelajaran ialah tujuan pembelajaran, jenis dan tingkat kesulitan materi pelajaran, sarana, waktu yang tersedia, siswa, dan guru. Yang perlu dipertimbangkan dari faktor siswa, antara lain : siswa sebagai pribadi tersendiri memilki pebedaan-perbedaan dari siswa lain, jumlah siswa yang mwngikuti pelajaran.
Faktor fasilitas, ruang dan waktu yang perlu dipertimbangkan ialah jumlah dan karakteristik alat pelajaran dan alat peraga, jumlah dan karakteristik sumber pelajaran (bahan cetakan dan lingkungan sekitar), ketersediaan ruangan yang dibutuhkan serta jumlah waktu yang tersedia. Sedangkan faktor guru yang mempengaruhi penggunaan Strategi Pembelajaran ialah kemempuan menguasai bahan pelajaran dan kemempuan membelajarkan siswa.
Suatu pembelajaran menuntut pemanfaatan berbagai metode dan teknik, baik pada tahap perancangan maupun penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan pada saat pembelajaran sedang berlangsung.

1.2. Tujuan

• Untuk mengetahui keadaan sekolah yang bersangkutan, baik dari segi saran prasarana, keadaan siswa, keadaan pendidik dan tenaga kependidikan, serta seluruh yang trekait dengan keadaan sekolah.
• Untuk mengetahui proses pembelajaran di kelas/Kegiatan Belajar Mengajar yang berkaitan dengan mata kuliah Strategi Pembelajaran.

1.3. Sasaran

Yang menjadi sasaran tempat observasi kami adalah SDN Cilendek Timur 1 yang beralamat di Jl. Gg Mesjid Rt 01/10 Bogor 16112 Kelurahan Cilendek Timur Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor.

1.4. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan observasi ini adalah :
1. Studi Pustaka, (memperoleh informasi dari buku, contoh laporan-laporan dan internet)
2. Observasi

1.5. Bentuk Kegiatan

Pada hari pertama observasi tanggal 17 Januari 2011, kami mengidentifikasi keadaan sekolah yang bersangkutan, baik dari segi saran prasarana, keadaan siswa, keadaan pendidik dan tenaga kependidikan, serta seluruh yang trekait dengan keadaan sekolah.
Pada hari kedua observasi tanggal 18 Januari 2011, kami mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar di dalam kelas yang terbagi menjadi 2 yaitu 2 orang di kelas 1c, 2 orang di kelas 6b. masing-masing dari kami mengamati apa yang terjadi dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar tersebut.





BAB II
PROFIL SEKOLAH


Nama Sekolah : SDN CILENDEK TIMUR 1
Alamat : Jl. Gg Mesjid Rt 01/10 Bogor 16113
Kelurahan : Cilendek Timur
Kecamatan : Bogor Barat
Kota : Bogor
Provinsi : Jawa Barat
Nomor Statistik : 101020503038
Nomor Pokok Sekolah Nasional : 20220050
Jenis dan Status Sekolah : SD Negeri
Kategori Sekolah : SD/MI Biasa
Status mutu sekolah : Standar/SPM
Status Akreditasi Sekolah : B (Baik)
Tahun Berdiri Sekolah : 1980
Kurikulum yang digunakan : KTSP
(Sekolah tidak memiliki jaringan internet)
Luas Tanah : 2778 M2
Luas Bangunan Keseluruhan : 721 M2
Status Penguasaan Gedung Sekolah : milik sendiri
Waktu Penyelenggaraan : Kombinasi (Pagi dan Siang)








A. Keterangan Keadaan Siswa, Guru dan Rombongan Belajar Tahun ajaran 2010/2011


1. Keadaan Siswa 2010/2011
a. Siswa baru tingkat 1 : laki-laki = 41 orang
Perempuan = 53 orang
b. Jumlah siswa tingkat 1-6 : laki-laki = 262 orang
Perempuan = 283 orang
c. Jumlah siswa yang mengulang tingkat 1-6 : laki-laki = 9 orang
Perempuan = 2 orang
d. Jumlah siswa yang putus sekolah/drop out tingkat 1-6 : laki-laki = 0
Perempuan = 0
e. Jumlah peserta UN 2010/2011 : laki-laki = 36 orang
Perempuan = 39 orang
f. Jumlah lulusan 2009/2010 : laki-laki = 36 orang
Perempuan = 39 orang

g. Jumlah siswa seluruhnya menurut kelompok umur
a. < 7 Tahun : laki-laki = 1 orang Perempuan = 2 orang b. 7-12 Tahun : laki-laki = 259 orang Perempuan = 278 orang c. > 12 Tahun : laki-laki = 2 orang
Perempuan = 3 orang

h. Jumlah siswa tingkat 1-6 menurut agama
a. Islam : 545 orang
b. Protestan : 0
c. Katolik : 0
d. Hindu : 0
e. Budha : 0
f. Konghucu : 0
i. Jumlah Rombongan Belajar tingkat 1-6 : 15 kelas
a. Tingkat 1 : 3 Rombel
b. Tingkat 2 : 2 Rombel
c. Tingkat 3 : 3 Rombel
d. Tingkat 4 : 3 Rombel
e. Tingkat 5 : 2 Rombel
f. Tingkat 6 : 2 Rombel
j. Jumlah Guru keseluruhan : 22 orang
a. Guru PNS :
• Laki-laki = 5 orang
• Perempuan = 12 orang
b. Guru Honor :
• Laki-laki = 2 orang (1 orang pensiun, tetapi dihonorkan kembali)
• Perempuan = 3 orang
k. Jumlah Guru memenuhi untuk sertifikasi : laki-laki = 2 orang
Perempuan = 8 orang

l. Jumlah Guru yang lulus Sertifikasi : laki-laki = 0
Perempuan = 3 orang
m. Pendidikan Guru :
a. S1 : laki-laki = 3 orang
Perempuan = 6 orang
(selebihnya D2 sedang melanjutkan S1)








B. Keterangan Sarana dan Prasarana Sekolah

1. Kondisi bangunan menurut tingkat kerusakan komponen bangunan
 Bangunan/Gedung 1
Luas (dari seluruh lantai) : 182 M2
Tahun dibangun : 1982
Tahun terakhir renovasi : 2008
Jumlah lantai : 1
Klasifikasi bangunan : permanen
Jenis lantai terluas : permanen
Jenis dinding terluas : permanen
Jenis atap terluas : Genteng
Pondasi, kolom dan balok, plesteran,kolom dan balok, rangka (kuda-kuda+kaso), penutup/atap, instalasi listrik : tidak ada yang rusak
Drainase limbah (buangan air) : 46 % - 65 %
 Bangunan/Gedung 2
Luas (dari seluruh lantai) : 147 M2
Tahun dibangun : 1982
Tahun terakhir renovasi : 2002
Jumlah lantai : 1
Klasifikasi bangunan : permanen
Jenis lantai terluas : permanen
Jenis dinding terluas : permanen
Jenis atap terluas : Genteng
Pondasi, kolom dan balok, plesteran,kolom dan balok, rangka (kuda-kuda+kaso), penutup/atap, instalasi listrik : tidak ada yang rusak
Drainase limbah (buangan air) : tidak ada yang rusak
 Bangunan/Gedung 3
Luas (dari seluruh lantai) : 182 M2
Tahun dibangun : 1980
Tahun terakhir renovasi : 2002
Jumlah lantai : 1
Klasifikasi bangunan : permanen
Jenis lantai terluas : permanen
Jenis dinding terluas : permanen
Jenis atap terluas : Genteng
Pondasi, kolom dan balok, plesteran,kolom dan balok, rangka (kuda-kuda+kaso), penutup/atap, instalasi listrik : tidak ada yang rusak
Drainase limbah (buangan air) : tidak ada yang rusak
 Bangunan/Gedung 4
Luas (dari seluruh lantai) : 161 M2
Tahun dibangun : 1984
Tahun terakhir renovasi : 2007
Jumlah lantai : 1
Klasifikasi bangunan : permanen
Jenis lantai terluas : permanen
Jenis dinding terluas : permanen
Jenis atap terluas : Genteng
Pondasi, kolom dan balok, plesteran,kolom dan balok, rangka (kuda-kuda+kaso), penutup/atap, instalasi listrik : tidak ada yang rusak
Drainase limbah (buangan air) : 46 % - 65 %
 Bangunan/Gedung 5
Luas (dari seluruh lantai) : 49 M2
Tahun dibangun : 1987
Tahun terakhir renovasi : 2008
Jumlah lantai : 1
Klasifikasi bangunan : permanen
Jenis lantai terluas : permanen
Jenis dinding terluas : permanen
Jenis atap terluas : Genteng
Pondasi, kolom dan balok, plesteran,kolom dan balok, rangka (kuda-kuda+kaso), penutup/atap, instalasi listrik : tidak ada yang rusak
Drainase limbah (buangan air) : tidak ada yang rusak
2. Kondisi bangunan menurut jenis ruang dan tingkat kerusakan komponen bangunan dalam ruangan :
1. Ruang Kelas
 Tingkat/kelas 1
Kelas 1a, 1b, 1c : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa : gedung 3
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang rusak
 Tingkat/kelas 2
Kelas 2a, 2b : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa : gedung 4
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang rusak
 Tingkat/kelas 3
Kelas 3a, 3b, 3c : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa : gedung 3
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang rusak
 Tingkat/kelas 4
Kelas 4a, 4b, 4c : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa :
a. Kelas 4a : gedung 4
b. Kelas 4b : gedung 5
c. Kelas 4c : gedung 4
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang rusak
 Tingkat/kelas 5
Kelas 5a, 5b : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa :
a. Kelas 5a : gedung 1
b. Kelas 5b : gedung 2
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang berfungsi
 Tingkat/kelas 6
Kelas 6a, 6b : ada, berfungsi
Lokasi ruangan digedung berapa : gedung 1
Luas : 49 M2
Langit-langit, dinding, lantai, instalasi listrik, cat : tidak ada yang rusak
2. Laboratorium bahasa : tidak ada
3. Laboratorium komputer : tidak ada
4. Ruang Perpustakaan : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 1
Luas : 28 M2
5. Ruang UKS : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 4
Luas : 14 M2
6. Ruang Kepsek : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 3
Luas : 35 M2
7. Ruang Guru : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 2
Luas : 49 M2
8. Ruang TU : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 2
Luas : 28 M2
9. WC Guru laki-laki : tidak ada
10. WC Guru perempuan : tidak ada
11. WC Siswa laki-laki : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 5
Luas : 4 M2
12. WC Siswa perempuan : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 5
Luas : 4 M2
13. WC bersama 1 : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 2
Luas : 4 M2
WC bersama 2 : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 2
Luas : 4 M2
(pintu dan kusen : > 65 %)
14. Gudang : ada, berfungsi
Lokasi ruangan : gedung 4
Luas : 25 M2
15. Ruang Ibadah : tidak ada

Keterangan :
Jumlah meja siswa layak pakai = 160
Jumlah kursi siswa layak pakai = 320
Sumber utama penerangan : listrik PLN
Sumber utama air : sumur pompa
Lapangan olahraga : ada, berfungsi














BAB III
PEMBAHASAN


KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (KBM)


I. KELAS 1
Prose pembelajaran pada kelas 1 menggunakan tematik yaitu mencakup semua pelajaran diantaranya B.Indonesia, PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup), Agama.
Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru yaitu Ekspositori, karena di kelas 1 guru harus lebih aktif dibandingkan siswa, guru menjelaskan dan siswa tinggal menerima dan kemudian mencatat.
Tahapan-tahapan prosedur pembelajaran :
a. Pra pembelajaran : salam, pembukaan, absen hadir.
b. Kegiatan awal : appersepsi (mengulang materi yang sudah di ajarkan), motivasi.
c. Kegiatan inti : pendalaman materi, mengajarkan baca, mengajarkan menulis.
d. Kegiatan akhir : menyimpulkan materi, evaluasi, menutup pelajaran, memberikan tugas rumah.
e. Tindak lanjut : memberikan pesan moral pada siswa
Pemilihan Metode mengajar yang digunakan guru yaitu metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas.
Pemilihan Media Pembelajaran, guru menggunakan buku B.indonesia, buku PLH, silabus, dan media gambar bencana alam.
Pengelolaan kelas yang dilaksanakan oleh guru yaitu menggunakan pendekatan modifikasi tingkah laku, pendekatan sosio emosional karena ada salah satu siswa yang tidak bisa di atur.
Penilaian pembelajaran, guru hanya melakukan evaluasi setelah materi yang disampaikan selesai.
Keterampilan dasar mengajar 1 dan 2 :
Dalam proses pembelejaran tersebut guru menggunakan keterampilan menjelaskan, keterampilan bertanya, keterampilan mengadakan variasi (tepuk semangat), keterampilan mengelola kelas, dan keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, tetapi yang digunakan hanya keterampilan mengajar perorangan saja (contoh : mengajarkan membaca dan menulis).

























2. KELAS 6
Proses pembelajaran di kelas 6 menggunakan Mata Pelajaran yaitu Matematika dan IPA. Pada Mata Pelajaran Matematika Strategi Pembelajaran yang digunakan oleh guru yaitu Heuristik karena pihak pengolah pesannya siswa, siswa dituntut lebih aktif dibandingkan guru.
Tahapan-tahapan prosedur pembelajaran :
a. Pra pembelajaran : ikrar dilapangan, membaca doa didalam kelas, dilanjutkan dengan membaca asmaul husna.
b. Kegiatan awal : appersepsi (mengulang materi pelajaran yang sudah disampaikan), memberi motivasi, menyampaikan tujuan pelajaran dan membuat kesimpulan.
c. Kegiatan inti : membahas PR Matematika, dan dilanjutkan dengan materi selanjutnya (guru memberi soal dan membahas didepan kelas dengan menunjuk siswa untuk mengisi soal tersebut).
Pemilihan metode mengajar yang digunakan oleh guru yaitu menggunakan metode Drill karena guru memberikan soal latihan.
Pemilihan media pembelajaran, guru menyiapkan sebuah tongkat dan buku pelajaran matematika.
Pengelolaan kelas yang dilaksanakan oleh guru, menggunakan pendekatan CTL (Control Teacher Learning).
Penilaian pembelajaran, guru memberikan tes formatif yang berbentuk lisan, tulisan, dan perbuatan (soal latihan matematika hal 87-93).
Keterampilan dasar mengajar 1 dan 2 :
Dalam proses pembelajaran tersebut guru menggunakan keterampilan menjelaskan, keterampilan memberikan penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan mengelola kelas, dan keterampilan membuka dan menutup pelajaran.




BAB IV
SIMPULAN


Berdasarkan observasi yang telah kami amati, bahwa di SDN Cilendek Timur 1 tersebut memiliki banyak keunggulan, seperti danya teropong bintang dan proyektor milik sekolah. Letak sekolahnya pun cukup strategis karena berada di pusat pemerintahan (kelurahan) berdekatan pula dengan puskesmas dan mushola. Namun juga memiliki kekurangan, seperti sarana dan prasarana yang kurang mendukung dikarenakan kami masih menemukan atap yang bocor, bangku dan meja yang rusak, WC yang tidak layak pakai.
Untuk Kegiatan Belajar Mengajarnya kami membandingkan antara kelas 1 dan kelas 6. Di kelas 1 kegiatan Belajra Mengajarnya menggunakan Tematik dan sangat menarik perhatian siswa, karena guru memiliki Keterampilan mengadakan variasi sehingga belajar sambil bermain, sedangkan di kelas 6 Kegiatan Belajar Mengajarnya menggunakan mata pelajaran, diantaranya mengulang pelajaran yang telah dipelajari di kelas 3,4 dan 5 sehingga siswa sudah memahami dan mengetahui materi sebelumnya. Oleh sebab itu, di kelas 6 harus lebih sungguh-sungguh belajarnya karena untuk persiapan menghadapi Ujian Nasional.